Kisah Kuno Ekononi Indonesia Vs Bawang Merah dan Putih ini terus muncul dalam kurun waktu tertentu. Indonesia Tampaknya Sedang Terus menghadapai resesi ekonomi Yang terulang dan sulit didapatkan solusinya. adakah penyebab dan Andil dibelakang layar oknum tertentu ? inilah kisah klasik indonesia dan Bawang merah .
BAWANG merah dan bawang putih, ini adalah kisah legendaris yang mungkin pernah kita dengar waktu sekolah dasar dulu. Sementara dijaman serba elektronik seperti saat ini, kisah ini juga masih eksis dalam bentuk tayangan sinema elektronik. Namun yang terkini, lagi-lagi bawang merah dan bawang putih menjadi pemberitaan banyak media dan menjadi trending topic dalam perbincangan sehari-hari, baik politikus maupun pejabat dan terutama ibu-ibu, sama persis ketika mereka membahas alur cerita sinetron bawang merah bawang putih yang hampir setiap hari mungkin pernah mereka tonton.
Hal itu terjadi karena beberapa minggu ini harga bawang merah dan bawang putih melejit naik tak terkendali. Harganya sudah menggila, untuk bawang putih tidak lagi pada kisaran 60.000,- rupiah per kilogram, tetapi di beberapa daerah telah menembus angka 100.000,- rupiah per kilogram. Demikian juga untuk harga bawang merah, meskipun lebih murah namun harganya juga tak jauh-jauh dari harga bawang putih.
Kenaikan harga bawang merah dan bawang putih ini ditengarai karena musim panen raya yang belum datang dan/atau juga karena banyaknya petani yang gagal panen. Disamping itu, seperti yang diberitakan berbagai media beberapa waktu lalu, ada yang mengatakan bahwa kenaikan harga ini disebabkan oleh permainan harga yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Siapa orang-orang yang tidak bertanggungjawab ini? Tentu saja mereka-mereka yang memiliki uang, barang dan gudang karena mereka bisa mengendalikan jumlah komoditas ini di pasaran dengan cara menimbun di gudang.
Kondisi seperti ini tentu saja menyebabkan masyarakat, terutama ibu-ibu yang setiap hari bersinggungan dengan dua komoditas semakin keras menjerit. Entah bagaiamana caranya, yang pasti mereka harus merevisi Anggaran Pendapatan Belanja Rumah Tangga (APBRT). Jika pendapatan tetap, mau tak mau masyarakat akan mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau membuat alokasi baru dan skala prioritas untuk barang-barang yang akan dibeli.
Mendorong Inflasi
Secara ekonomi makro, dampak dari kenaikan harga bawang merah dan bawang putih ini biasanya akan diikuti oleh kenaikan harga “saudaranya” semacam cabai, tomat dan sebagainya. Inilah yang bisa menimbulkan terjadinya gejolak ekonomi atau inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri telah merilis inflasi yang terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 0,75 persen akibat dari kenaikan harga beberapa komoditas. Salah satunya adalah kenaikan harga untuk komoditas bawang putih, yaitu membrikan andil sebesar 16 persen terhadap inflasi. Perubahan harganya mencapai 30,25 persen. Bahkan di beberapa kota angkanya mencapai sekitar 60 persen, sementara di tingkat pengecer atau penjual sayur keliling bisa berlipat lagi.
Masih menurut data BPS, komoditas lain yang mengalami kenaikan yaitu bawang merah dimana harganya rata-rata mengalami kenaikan 14,11 persen. Kenaikan bawang merah ini juga memberikan kontribusi terjadinya inflasi di bulan Februari sebesar 9,33 persen.
BPS sendiri menengarai mengapa hal ini bisa terjadi, karena keterbatasan pasokan di pasar dan masih dibatasinya impor sementara suplai belum mencukupi. Adanya kebijakan pemerintah yaitu pembatasan produk holtikultura yang masuk ke Indonesia menyebabkan sejumlah komoditi menjadi langka, termasuk bawang merah dan bawang putih ini. Disamping itu, pengenaan pajak dan biaya transportasi juga sangat mahal.
Menabung Bawang
Sekali lagi kenaikan harga bawang merah dan putih ini membawa dampak yang serius terhadap konsumen/masyarakat luas. Untuk mengantisipasinya tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh keseriusan semua terutama dalam kebijakan produksi pertanian komoditas semacam ini. Memang untuk komoditi pertanian semcam ini seringkali terjadi dilemma. Disaat terjadi kelangkaan seperti saat ini harganya sungguh sangat fantastis. Namun disaat panen raya harganya bisa terjun bebas, sementara permintaan konsumen cenderung stabil, nyaris tak ada peningkatan.
Pemecahan yang terbaik memang kita harus mampu memproduksi sendiri. Entah melalui berbagai kebijakan dan stimulus pemerintah untuk mendorong masyarakat tani menaman komoditas ini. Atau bisa juga bagi konsumen rumah tangga di pedesaan yang tingkat konsumsinya tak terkalu banyak, namun secara reguler dan terus menerus, secara individu menanam sendiri, meski dengan skala kecil.
Kita bisa belajar dari orang-orang (desa) terdahulu, yaitu dengan “menabung” bawang. Maksud menabung adalah mereka seringkali membeli dalam jumlah banyak bawang merah dan bawang putih ketika panen raya dengan harga yang tentu saja relatif lebih murah. Lalu mereka menyimpannya di dekat atau di atas tungku masak (para-para) sehingga tiap hari selalu terkena asap. Akibatnya bawang merah dan bawang putih lebih tahan lama karena tak terserang ulat busuk ataupun sejenis ngengat, hingga cukup untuk menghadapi masa paceklik atau masa menunggu panen berikutnya.
Di samping itu, biasanya mereka juga menanam bawang merah dan bawang putih, juga beberapa tanaman bumbu dapur lainnya dalam skala kecil. Kadang di lahan pekarangan kadang juga di dalam pot-pot yang sekaligus sebagai hiasan. Mungkin ini terlalu kecil dan sedikit merepotkan. Tapi tak ada salahnya model atau semangat mereka kita kembangkan lagi. Dari pada kita dibuat repot oleh kelangkaan dan mahalnya harga seperti saat ini, sepertinya lebih baik kita sedikit repot menanam sendiri, dan jangan sampai menjadi kisah klasik ekonomi Indonesia yang terus berulang terjadi!
Bagaimana Menurut anda semua ?
0 comments:
Post a Comment